Misionaris Datang Berkedok Silaturrahmi
Pagi ini kedatangan sepasang misionaris muda…
Alasan mau silaturahmi…
Sambil memberi brosur ini dan ngomong beberapa kata…
Kayaknya dia udah kira salah masuk kamar ini…
Stelah ana baca brosurnya…
Tanpa banyak omong dan gak kasih kesempatan dia ngomong banyak….
” Mas kalo mau nyebarin agama tolong jangan sama orang yg bergama islam ya, atau Masnya aja masuk agama islam mau?
Tp kita gak ada paksaan,..
Udah banyak mas modus kyak gini…
Kalo bener mau silahturahmi, bukan kayk gini caranya pake nawarin situs inilah
Ini kan kitabnya orang kristiani ? Betulkan?
Iya mas betul….
Ehh…anu….ini….anu mas..
Gak pake lama akhirnya dia buru2 pamit…
Sambil bilang…
Teimakasih mas nasehat2 nya……
Gerem banget dah…..
Di tengah kota aja masih ada yg modus pemurtadan .
Via Fb Abu Ukasyah Bambang
(nahimunkar.org)
Aha ha ha… saya juga pernah dulu didatangi pemurtad, tapi yang ini dari Saksi Yehovah. Yang ini jauh lebih gigih dan ulet dibanding kristen yang lain. Sekali ditolak, datang dua kali. Ditolak dua kali datang untuk ketiga kali. Akhirnya saya ajak adu argumen, kalah dia. Minggu depannya dia malah ngajak kawan yang tuaan, debat lagi. Keok lagi. Terakhir ngajak nenek nenek, anggota senior. Idem dengan yang lewat lewat, keok. Akhirnya kapok gak pernah nongol lagi. Gampang saja ngadepin yang ginian. Kalo mau argumen tanyakan saja apa dasar yang mereka pakai. Pasti disebutnya ‘injil’. Timpali lagi dengan argumen berdasar fakta, injil, bahkan menurut teolog kristen sendiri berisi belasan ribu kesalahan, ayat sisipan, ayat palsu, kesalahan ini itu dst. Bagaimana mau dipakai sebagai dasar argumen kalo biangnya saja gak jelas asli apa palsunya? Bagaimana mau dipakai jadi dasar argumen bila kitab suci yang jelas jelas harus steril dari segala kesalahan malah berisi belasan ribu kesalahan? Bagaimana mau dipakai sebagai dasar argumen kalo yang nulis injil saja gak jelas siapa dan bagaimana karakternya? Apa orangnya jujur, lurus dan cerdas ato malah orang yang suka membumbui cerita dan mengubah ubahnya sendiri berdasar pemikiran ‘seharusnya yang ini, yang itu ato yang saya rasa ini yang benar? Ato bagaimana mau dijadikan dasar argumen kalo yang nulis injil gak pernah ketemu langsung dengan ‘tuhan nya’ (Isa as) sendiri lalu nulis berdsar subyektivitas? Apa yang mau diperdebatkan bila dalil yang dijadikan dasar ditulis berdasar tradisi lisan katanya si ini, katanya si itu dan katanya si anu?