Pakar LIPI Sebut Menag Yaqut Salah Paham soal Populisme Islam. Nah!
Pakar LIPI Sebut Menag Yaqut Salah Paham soal Populisme Islam. Nah!
Sekjen PBNU masa khidmah 2004-2009 Dr Endang Turmudzi profesor riset di bidang sosiologi/ nu.or.id.
Profesor riset dari LIPI Endang Turmudzi menyebut populisme Islam adalah bagian dari demokrasi dan tak bisa dianggap radikalisme. (Foto: Fathiyah dahrul)
Jakarta, CNN Indonesia —
Profesor riset bidang sosilogi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Turmudzi menilai Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas salah paham soal populisme Islam.
Dia menyebut Yaqut keliru saat mengartikan populisme Islam sebagai upaya menggiring agama menjadi norma konflik. Endang berkata pemahaman itu lebih mendekati definisi radikalisme.
“Kalau popularisme Islam [dianggap] bahaya, karena memang persepsinya yang keliru; jadi populisme Islam diartikan dengan radikalisme,” kata Endang kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/12).
Endang menjelaskan populisme adalah kosakata dalam ilmu politik yang berarti gagasan dari kalangan elite yang memberikan perhatian kepada kepentingan rakyat kecil.
Populisme Islam, kata dia, bisa dimaknai gagasan yang mengartikulasikan kepentingan umat Islam. Endang mencontohkan politikus yang mencoba menerapkan nilai Islam dalam berpolitik.
Mantan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu berpendapat populisme Islam tidak berbahaya. Justru tindakan itu adalah bagian dari penerapan demokrasi.
“Kalangan Islam, seperti kalangan lain, punya aspirasi, punya keinginan dalam hidup bernegara. Itu kan juga bagian dari demokrasi,” tuturnya.
Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyatakan akan mencegah populisme Islam berkembang. Ia mengartikannya sebagai upaya pihak tertentu untuk menggiring agama menjadi norma konflik.
“Agama dijadikan norma konflik. Dalam bahasa paling ekstrem, siapapun yang berbeda keyakinannya, maka dia dianggap lawan atau musuh, yang namanya musuh atau lawan ya harus diperangi. Itu norma yang kemarin sempat berkembang atau istilah kerennya populisme Islam,” kata Yaqut dalam diskusi daring, Minggu (27/12).
(dhf/arh)
CNN Indonesia | Senin, 28/12/2020 09:59 WIB
(nahimunkar.org)
*Ayo nih Viralkan ya jangan Hanya Masjid dan yang identik dengan Islam saja yang diekspose Media nah ini di Gereja loe dan pastinya ya Non Muslim Nashrani/Kristen*
http://m.wartaekonomi.co.id/berita320353/acara-keagamaan-di-gereja-rehobot-dan-sekolah-alkitab-ekumene-diduga-jadi-kluster-penularan-corona
WE Online, Jakarta –
Acara keagamaan di Gereja Rehobot dan Sekolah Alkitab Ekumene Mall Artha Gading Jakarta Utara diduga menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.
Salahsatu jemaah gereja tersebut yang tak mau disebut namanya sebut saja Nona mengaku ada belasan pengisi acara baik pembawa lagu, pemusik, paduan suara banyak yang telah positif Covid-19 dan sebagian dari mereka sudah dirawat di RS Darurat Wisma Atlet (Tower 7) di lantai 31-32.
“Acara tanggal 16 dan 17 Desember yang dihadiri ratusan peserta di lokasi ruangan tertutup telah mengakibatkan banyaknya peserta maupun jemaat tertular Covid-19,” tuturnya di Jakarta, Selasa (28/12).
Ia menuturkan bahwa acara tersebut diadakan tanpa protokol kesehatan.
“Sebagian dari mereka masih menunggu hasil dari test yang dalam hal ini organisasi gereja tidak lakukan secara terbuka test yang diharuskan. PCR diganti dengan rapid test,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang ia terima dari komunitas gereja, sisa anak-anak sekolah Alkitab sejumlah 60 orang juga berpotensi tertular.
“Mereka ada di dua asrama di Tanjung Priok dan Kelapa Gading,” bebernya.
Nona merasa geram lantaran pihak gereja hingga saat ini belum bertanggung jawab banyak atas jatuhnya korban dari penularan Covid 19. Ia berpendapat, meskipun mengetahui hal ini, gereja masih mengadakan acara yang lebih besar lagi pada tanggal 24 dan 25 desember.
Acara tersebut dapat disaksikan pada tautan berikut ini.
Dalam rinciannya, jemaah yang telah jatuh sakit diantaranya: 20 anak sekolah alkitab; 12 pemusik gereja rehobot; dan 16 pendeta dan keluarganya.
“Kami mengetahui kalau penanganan masih dilakukan diam-diam dan tertutup. Sehingga kemungkinan besar masih banyak yang sudah tertular, tapi belum diidentifikasi dan diisolasi,” pungkasnya.
Penulis: Redaksi WE Online
Editor: Ferry Hidayat