Pendidikan Agama Akan Dihapus Mendikbud Dikecam
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy
Jakarta, HanTer – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, sempat melontarkan rencana kebijakan yang cukup kontroversial. Selain pemberlakuan sekolah lima hari dalam sepekan, juga mewacanakanpenghapusan pendidikan agama di sekolah. Alhasil, kebijakan tersebut kerap menuai kritikan dan dinilai tidak sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo.
Ketua Fraksi PPP DPR RI, Reni Marlinawati, menilai rencana kebijakan itu sebagai suatu hal yang aneh.”Aneh. Pendidikan agama itu merupakan kurikulum yang wajib diajarkan di sekolah,” ujarnya di Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Ia mengatakan, hal itu sempat diungkapkan Muhadjir Effendy saat menghadiri Rapat Kerja Komisi X DPR RI. Dan, hal itu cukup mengagetkan para Anggota Komisi X DPR.
Menurut dia, kebijakan tersebut tak ubahnya seperti wacana full day school yang pernah menjadi polemik. Terlebih, ditambah dengan menghapus pelajaran Agama di sekolah.
“PPP menolak (penghapusan itu). Selain bertentangan dengan undang-undang Sisdiknas, juga UUD,” pungkas Reni Marlinawati, Anggota Komisi X DPR yang merupakan Ketua Fraksi PPP.
Tidak Cocok
Selain itu, pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji, mengatakan, penerapan sekolah seharian atau delapan jam yang tertuang dalam Program Penguatan Karakter (PPK) tidak cocok diterapkan di seluruh daerah, apalagi di pedesaan.
“Hanya cocok untuk perkotaan, yang orang tua mereka bekerja delapan jam sehari,” ujar dia, di Jakarta, Selasa (13/6/20017).
Indra menilai, lebih baik program penguatan karakter yang lebih tepat yakni berbasis kearifan lokal seperti pertanian, peternakan dan kelautan.
Untuk diketahui, dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (13/6/2017) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menyampaikan dalam pembelajaran agama untuk siswa, sekolah dapat mengajak mereka belajar di masjid, madrasah maupun rumah ibadah ataupun mendatangkan guru madrasah ke sekolah.
Menurut dia, jika sudah dapat pelajaran agama di luar kelas, otomatis siswa tidak perlu lagi dapat pendidikan agama di dalam kelas. Nantinya, nilai agama di rapor siswa akan diambil dari pendidikan di madrasah diniyah, masjid, pura, atau gereja. Atau bisa juga, guru-guru di TPA atau madrasah diniyah, datang ke sekolah memberikan pelajaran Agama.
“Kalau sudah dapat pelajaran Agama di luar kelas, otomatis siswa tidak perlu lagi dapat pendidikan agama di dalam kelas. Nanti, akan kami atur teknisnya, agar pendidikan agama yang didapat di luar kelas, atau sekolah itu disinkronkan dengan kurikulum,” beber Muhadjir.
Pihak Kemdikbud akan mengatur teknis agar pendidikan agama yang didapat di luar kelas atau sekolah itu disinkronkan dengan kurikulum.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, Unifah Rasyidi, menilai sekolah lima hari harus dipersiapkan secara matang. “Kalau tanpa persiapan yang matang, akan menimbulkan reaksi yang beragam dan cenderung tidak positif,” kata dia.
Permendikbud
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ari Santoso, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak berencana menghapuskan pendidikan agama seiring akan diterapkannya kebijakan sekolah 8 jam sehari 5 hari sepekan.
“Upaya meniadakan pendidikan agama tidak ada di dalam agenda reformasi sekolah sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Ari Santoso dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Menurut dia, konteks pernyataan Mendikbud Muhadjir Effendy kepada wartawan soal pendidikan agama merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017.
Dalam Permendikbud itu, kata dia, mengamanatkan sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai karakter utama religiositas atau keagamaan.
“Justru pendidikan keagamaan yang selama ini dirasa kurang dalam jam pelajaran pendidikan agama akan makin diperkuat melalui kegiatan ekstrakurikuler,” ujarnya.
By: Sammy / nasional.harianterbit.com
(nahimunkar.com)
Untuk pendapat saya GPAI harus ada di sekolahan Umum, karena disamping menyampaikan Proses belajar mengajar, PAI juga menjaga agar anak-anak didik tidak kemasukan ajaran komonis yang tidak disengaja.
Contoh ajaran komunis yang tidak sengaja yaitu: membiarkan anak-anak didik tidak sholat ketika bertamasya, Nah tidak sholat adalah salah satu unsur ajaran komonis. Walaupun tidak sengaja tapi bahayakan?.Waktunya mengingat Allah Tuhan yang Maha Esa, masih bermain-main
Itu Pengalaman saya ketika piknik, Sebagain besar kalau piknik yang sholat hanya gurunya.
Namun juga ada Sekolahan yang ketika piknik baik guru maupun anak-anak didik tetap aktip
Melaksanakan Sholat,
Tugas saya berpindah-pindah, maka saya berani mengatakan sebagian besar.
Lalu Siapa yang akan menegur bila ada hal-hal seperti itu bila tanpa GPAI?
Ini bukan karena saya GPAI, Wong saya hampir pensiun kok
era jokowi kebijakan apapun selalu bertolak belakang dgn islam. seperti rezim jokowi dan jajarannya seperti benar2 anti terhadap yg berbau islam. salah satunya pendidikan agama disekolah2 akan dihapuskan. padahal pendidkan agama yg ada disekolah sekarang saja masih jauh dari cukup, eh ujuk2 mau dihapus, mau jadi apa anak2 sekolah kita. ada pelajaran agama yg hanya 2 jam dalam satu minggu saja mereka masih tawuran, tidak punya sopan santun dgn guru dan orang tua, bergaul sebebas-bebasnya. benar2 mencerminkan masa depan yg suram dan gelap. bisa kita tebak akan seperti apa negara kita dimasa yg akan datang jika pelajaran agama dihapus dari kurikulum seko9lah.