Tahlilan kok Dibela dengan Demo
Foto : para demonstran anti buku “Sunnah-Sunnah Setelah kematian” karya ustadz Ahlus sunnah wal jama’ah asli yakni Ustadz Zainal Abidin, di kompleks kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul Jogja, Selasa (15/3/2016)./foto mmn
Senekat-nekatnya para pecinta rokok belum pernah terdengar adanya demo membela rokok hingga mendemo buku yang membahas bahaya rokok. Bahkan ulama yang mengharamkan rokok pun belum pernah terdengar didemo pecinta rokok.
Anehnya, pecinta tahlilan (selamatan orang meninggal pada hari-hari tertentu) berani terang-terangan mendemo buku yang dianggap menyinggung masalah tahlilan. Padahal, kalau mereka mau berfikir, apakah pernah terdengar pencipta upacara tahlilan mendemo orang yang berdakwah bahwa tahlilan itu tidak diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Kalau mereka tidak mengemukakan riwayat shahih adanya pencipta tahlilan yang berdemo, jadi sejatinya mereka melestarikan yang mana?
Dari situ, salah lagkah yang mereka kerjakan itu hanya menambah kerugian bagi mereka belaka. Karena justru bagai menepuk air di dulang, memercik ke muka sendiri. Orang pun akan lebih tahu, justru ulah mereka itu sama dengan membuka aib mereka sendiri. Dan jangan salahkan siapa-siapa kalau sampai ada yang menganggapnya sebagai sikap brangasan. Itu semua dapat diperkirakan akan lebih memalukan terhadap golongan besar yang memayunginya, karena ternyata anggotanya sampai sebegitu keadaannya.
Berikut ini pembahasan masalah kasus yang patut disayangkan itu.
***
Memaknai Reaksi NU Terhadap Buku “Sunnah-Sunnah Setelah Kematian”
buku “Sunnah-Sunnah Setelah Kematian” didemo oleh warga NU
Oleh : Dr. Slamet Muliono*
Dinamika dan pergolakan pemikiran antara Islam puritan (murni) dan Islam tradisional kembali menghangat seiring dengan beredarnya sebuah buku yang berjudul “Sunnah-sunnah Setelah Kematian.” Buku karya Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc yang bernuansa akademis, dengan memaparkan sunnah-sunnah Islam pasca kematian seorang hamba itu, didemo kelompok masyarakat yang sudah terbiasa dengan perilaku berbasis budaya. Buku itu dianggap meresahkan karena mengkritik masyarakat Islam yang sudah terbiasa mengamalkan suatu tradisi yang tidak bersumber ajaran Islam. Yang menarik dan unik, buku itu dicetak dan diedarkan Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Akibat demo itu, pemkab Bantul menarik peredaran buku itu, karena dianggap meresahkan warga NU. Warga yang tergabung dalam Forum Pecinta Tahlil dan Budaya itu terdiri dari GP Ansor Bantul, Banser Bantul, dan PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Mereka meminta bukan hanya menarik peredaran buku tetapi meminta memusnahkan buku itu. Bahkan dalam demonstrasi itu, pendemo meminta kepada Dinas Sosial (Dinsos) untuk meminta maaf secara terbuka kepada warga NU, dan kemudian mengembalikan dana yang dipergunakan untuk mencetak buku itu kepada kas negara. Yang dianggap meresahkan oleh para pendemo itu bahwa buku itu menyatakan bahwa acara 40, 100 dan 1000 hari setelah kematian adalah tradisi Hindu dan tradisi Firaun yang tidak layak diikuti umat Islam. (muslimedianews.com16/3/2016)
Sementara dari kalangan pesantren juga menyatakan kemarahannya. Pengasuh pondok pesantren An-Nawwawi, Jejeran, Wonokromo, Pleret Uwaisun Nawwawi menyatakan keberatan terhadap isi buku itu, khususnya yang termuat dalam Bab III halaman 37 tentang “Amalan yang merugikan mayat” seperti upacara menerobos keranda mayat, kenduri, tahlilan, dan doa yasinan. Dia menyatakan “Penulis buku itu telah menyebut ritual itu sebagai tradisi Hindu dan Fir’aun. Isi buku ini diyakini berpotensi melahirkan konflik sosial. Amalan ini bukan hanya dilakukan oleh warga NU tetapi dilakukan sebagian besar umat Islam di Jawa. Maka Pemda Bantul hendaknya menarik buku itu.” (Radar Yogya, 8/3/2016)
Realitas di atas menunjukkan bahwa masyarakat kita belum terbiasa dalam menerima dan menghargai perbedaan. Apa yang dipaparkan buku itu menjelaskan Sunnah-Sunnah yang diajarkan Islam pasca kematian seseorang. Sementara ritual yang dijalankan masyarakat itu bersumber dari tradisi Hindu. Pada umumnya, saat melaksanakan suatu ritual tidak mempertanyakan apakah yang mereka lakukan bersumber dari Islam atau tidak. Mereka melakukan saja apa yang mereka lihat. Oleh karenanya, ketika muncul buku yang menjelaskan tentang ajaran Islam yang benar, serta merta mereka tolak tanpa tabayyun.
Kalau merunut pada sejarah pertumbuhan di Jawa, Islam tidak lepas berinteraksi dengan budaya Jawa. Sebagaimana diketahui bahwa budaya Jawa tidak bisa dipisahkan dari budaya Hindu yang sedemikian kuat mengakar di masyarakat. Artinya, masyarakat Jawa tidak bisa dilepaskan dari tradisi Hindu yang sudah tertanam kuat sekian lama. Maka di saat Islam datang di Jawa, para ulama tidak secara langsung menghilangkan tradisi yang sudah mendarah daging itu. Para penyebar Islam awal itu berasumsi bahwa budaya yang bersumber dari Hindu itu akan pelan-pelan hilang sejalan diterapkannya ajaran Islam secara kaffah (utuh). Namun setelah kematian mereka, harapan itu tidak dilanjutkan oleh para juru dakwah periode selanjutkan dengan beberapa alasan. Implikasinya, tradisi Hindu yang belum sempat terhapus itu dianggap oleh masyarakat (NU) sebagai bagian dari Islam. Maka sangat wajar ketika muncul buku yang meluruskan hal itu langsung menimbulkan gejolak
Penulis buku itu (Zainal Abidin, Lc) bukan hanya pernah hidup di lingkungan NU, tetapi juga dibesarkan dalam tradisi itu. Oleh karena itu, ketika mengetahui hal tersebut tidak diperoleh sumber yang otentik dari ajaran Nabi, maka dia menuliskan hal itu dengan harapan ada pemahaman yang benar dan lurus. Namun yang patut disayangkan adalah respon yang ditunjukkan para pendemo yang jauh dari sikap Islam yang toleran dan santun. Cara kekerasan dan intimidasi lebih dikedepankan daripada cara-cara yang akademis dan moderat. Salah satu contoh yang ditunjukkan adalah melakukan demonstrasi dan menuntut pemusnahan buku itu. Pemusnahan buku bukan hanya tindakan panik tetapi kontra produktif terhadap kehidupan beragama.
Kenapa munculnya buku itu tidak dikaji saja secara ilmiah dengan mendatangkan penulisnya dan mendiskusikannya secara ilmiah dengan melibatkan akademisi di tempat yang netral. Kalaupun dianggap melanggar, maka jalur hukum bisa ditempuh guna mendidik dan mendewasakan masyarakat. Memobilisasi massa dengan mengedepankan kekerasan justru akan menciptakan situasi kacau (chaos) dan berujung konflik horisontal.
Sementara masyarakat kelas bawah (grassroots) umumnya tidak mengikuti suatu ajaran kecuali mengikuti apa yang dilakukan oleh tokohnya. Masyarakat awam tidak akan banyak menuntut rujukan dan dalil yang benar tetapi memandang bahwa apa yang dilakukan tokoh itu sebagai sebuah kebenaran. Masyarakat melakukan tradisi pasca kematian seperti tahlilan, yasinan, dan sebagainya hanyalah mengikuti apa yang pernah didengar dan dilakukan pendahulunya.
Sudah waktunya masyarakat diajak untuk belajar guna menemukan kebenaran. Bukan sebaliknya, yakni memperalat untuk kepentingan sesaat dengan berbagai dalih seperti menghormati budaya atau menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat. Melestarikan budaya seperti ini bukan hanya membodohi masyarakat tetapi akan mereproduksi peradaban anarkis. Kita berharap agar tokoh dan ulama bisa membimbing masyarakat untuk menemukan kebenaran dan menjalankannya dengan benar dan membedakannya dengan kesalahan yang tidak bersumber dari ajaran Islam yang benar.
Surabaya, 17 Maret 2016
*Penulis adalah dosen UIN Sunan Ampel dan STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya.*/fokusislam.com – Jumat, 18 Mar 2016
(nahimunkar.com)
Alhamdulillah ana sdh punya buku ini, dan isinya sangat bagus dan menarik. Pembahasan seputar kematian dlm buku ini dibahas secara ilmiah yg ditopang olh dalil2 Al-Qu’ran & As-Sunnah yg shahih, hanya org2 jahil lagi tertutup hatinya dari kebenaran yg menolak dan ingin membakar buku ini.
Susah mengajak manusia ke ajaran nabi, akibat telah terlena dengan kebiasaan dan adat istiadat
anda anggap orang yg ingin menghidupkn sunnah menghancurkan bidah non muslim?belajar lagi lah mbak,jangan orang islam itu taunya hanya rukun islam ada 5 rukun iman ada 6,tapi galilah sampai dalam,jangan hanya berguru pada satu guru dan taklid kepada yg namanya kiayi,ajengan dan predikat2terhormat ulama lainnya.
yg pasti dihukumi dosa sebab disinyalir bidah,toh lebih banyak sunnah2 yg diajarkan nabi yg belum mampu kita amalkan
sesama muslim itu saling nasehat menasehati, saling mengingatkan dan saling tolong menolong dalam kebaikan…. klw memang tidak ada dalam ajaran Islam dan Nabi Muhammad tidak mencontohkan yaa jangan diikuti. gitu aja kok report.
Menjaga persatuan umat Islam jauh lebih penting dari pada mencari siapa yang paling benar…
Maksud.x ap ni sapta… anda in kalw tdk suka dgn it smua jgn sperti it… anda blng sblum shalat nyanyian sperti org nasrani… yg anda blng it shalawat yg biasa dilantunkan dan tahlilan lbih baik dari pada bilngin org bid’ah j kerja.x tp gk tau arti bid’ah it sndiri kafirin org lagi… huuu kcau loo…
Yg Bikin masalah selalu orang muhammadyah, NU gak pernah mempermasalahkan orang muhammadyah, mereka kan hanya jualan buku gak bermutu agar dapat uang, Tulisan di atas anggap NU gak toleran, yg buat buku juga gak toleran, gak cerdas cara berfikirnya, orang orang yg gak tau kehidupan setelah kematian ya gitu … bego otaknya …
justru dia ingin mengajak anda berkomunikasi melalui bukunya, apakah kita umat Islam sudah benar manjalankan ajaran Islam…atau hanya sekedar “melestarikan budaya” yang belum tentu ada dalam ajaran Islam.
sesungguhnya jahiliyyah adalah jauhnya manusia dengan ilmu agama. orang jahiliyyah bukan orang bodoh. bisa jadi mereka mencapai puncak kesusasteraan, budaya dan teknologi. masyarakat jahiliyyah sebelum Rasulullah Muhammad jadi nabi adalah jago-jago sya’ir, pedagang-pedagang super kaya. Tetapi perjalanan waktu menjauhkan mereka dari ajaran nabi sebelum mereka. ajaran para nabi telah tertutupi bid’ah-bid’ah yang mereka buat sendiri. demikian juga jaman computer,internet saat ini jauhnya waktu (1500 Thn) dari Rasulullah, manusia sudah mulai masuk jaman jahiliyyah lagi. ajaraan Islam tertutup dengan amalan amalan kreasi manusia sendiri, bikin ibadah sendiri, yasinan, dibaan, shalawatan,tahlilan, memproduksi sholawat sebanyak-banyaknya, buat nyanyi nyanyi sebelum shalat seperti orang nasrani. mereka ndak peduli pesan nabi : “hati-hatilah dengan sesuatu yang baru (yang tidak diajarkan nabi) karena sesuatu yang baru itu adalah sesat , dan sesat itu di neraka)
sependapat dengan aku,sayangnya cara berfikir muslim indonesia yang memang minim kecerdasan spiritual selalu mengedepankan nafsu dan merasa paling baik dan banyak amalnya lantaran kreasi kreasi tambahan ibadah yg dikiranya sangat berpahala.
gitu kok di permasalahkn Klo suka tahlil bgus,g suka y g ppa….!!
yg jd prtanyaan apakh yasinan,tahlilan hukumnya dosa dan mnyerupai ajaran sesat pengkultusan selain ALLAH…??
lbih baik berada di forum yg mmbaca yasin,takbir dan tahmid,dr pd brada di forum yg sibuk mngklaim bid’ah,mnyatakn sesat dn mngkafirkan sseorang ato golongan…!!
piko ini contoh orang yang tak peduli benar dan salah. maunya salah boleh benar ya ndak apa-apa. orang model mas piko ini kalo di kasih nasehat ndak dipahami, sing penting bantah
klo antum sudah menutup pintu hati dan pikiran dari kebenaran serta melaksanakan agama sesuai apa yang antum lihat semakin jauhlah dari kebenaran (al qur’an dan as sunnah) ,sebaiknya hati dan pikiran antum harus di reset supaya jernih pikirannya, cukuplah Rasulullah sebagai contoh dan pedoman dalam aqidah dan beribadah jauhkan dari taqlid dan fanatisme buta pada kiyai atau ustadz kembali i’tiba kepada Nabi SAW… ingat sabda Nabi SAW ” islam awal nya asing maka akan terasing beruntunglah orang yang terasing” tidak dipungkiri mayoritas umat islam lebih senang melaksanakan tradisi ketimbang menghidupkan sunnah-sunnah nabi saw bahkan orang cinta dengan sunnah2 nabi saw justru di cap WAHABI padahal mereka tidak tahu wahabi mana yg tafkiri di arab saudi atau di afrika kaum khawarij yg mengakui sebagai wahabi…? dalam sejarah nya ,wahabi di arab adalah bapak dari muhammad abdullah tokoh masyarakat yg berpengaruh namun dalam kenyataanya saling bertentangan antara anak dengan bapak dalam aqidah wahabi seorang pemimpin dalam ritual tabaruq pada pohon kurma dan tawasul pada orang yg sudah meninggal jadi sesungguh nya yg wahabi itu siapa…..?
orang seperti anda akan sulit menemukan kebenaran krn tidak perduli benar atau salahnnya suatu perkara…..
Wahai Saudara2ku sesama muslim, ayolah mulai belajar dewasa menerima ilmu dari para ahli2 sunnah , kitakan sama2 Tuhannya sama Alloh SWT, NAbinya sama Muhammad Saw. tuntunannya sama Alquran dan Alhadist, jangan mudah dipropokasi, bagi anda yg suka thahlil silahkan dan yg tidak suka thahlil silahkan. jangan saling menyerang tidak ada gunanya. jangan saling mengkafirkan sesama muslim belum tentu anda lebih baik daripada yg anda kafirkan. mannusia penuh dosa maka mohonlah ampunan pada Alloh. Rasull kita saja berdakwah tidak mngecam hanya sekadar mengingatkan.
ini website sepertinya kepunyaan non muslim…. suka memeceh belah…. penghasut & lebih seneng perpecahan…. HIDUP KAFIR
sama dg piko
“Sementara masyarakat kelas bawah (grassroots) umumnya tidak mengikuti suatu ajaran kecuali mengikuti apa yang dilakukan oleh tokohnya. Masyarakat awam tidak akan banyak menuntut rujukan dan dalil yang benar tetapi memandang bahwa apa yang dilakukan tokoh itu sebagai sebuah kebenaran. Masyarakat melakukan tradisi pasca kematian seperti tahlilan, yasinan, dan sebagainya hanyalah mengikuti apa yang pernah didengar dan dilakukan pendahulunya.”
yang saya bingung kok masih ada yg mw awam masalah agama, udh tw jaman sekarang jaman bnyk yg sesat2.. kok masih mw awam.. sibuk belajar duniawi, agama tetep awam… ap g malu.
tokoh dan pemimpin organisasi agama yang membiarkan, mengajarkan dan membela kebatilan bid’ah slametan dan tahlilan akan menanggung dosa jariah, selama orang yang diajari mengamalkan terus para tokoh dan pemimpin tsb akan menerima dosa. kebalikan dari mengajarkan ilmu yang bermanfaat. apalagi kalo muridnya mengajarkan ke cucu murid lalu ke cicit murid dst. betapa banyak dosa jariah yang ditanggungnya
tahlilan itu persinya banyak…dan yang merusaknya sebenarnya budaya saja…..zikir baca lailaahaillahu, boleh aja…gitu aja kok repot….sinkretisme di jawa disinyalir merusak amalan umat……yang tak ada dalam tahlil dibuat-buat, ditambahi dengan adat, maka akibatnya lebih banyak budayanya yang masuk dibandingkan dengan bacaan tahlil itu sendiiri….
ya gk bisa begitu, yg namanya ibadah mahdoh itu hrs ada tuntunan dan contoh dari NABI, kalau tdk ada jangan pernah dilakukan…… hal itu pasti jelek akibatnya.. seperti tahlilan dlm upacara kematian itu gk ada
Maaf komentar sedikit, saya harap tidak tersingung
Kita sama2 sadar jika umat, terdiri dari banyak macam, salah satunnya umat yg awam dalam
Bisa karna masih proses belajar, hijrah, mualaf DLL…
Khusus utk golongan ini mereka butuh pembimbing, panutan,guru apa pun namannya
Dan kita pun harus sadar tanpa tokoh2 dibidangnnya, golongan ini bisa tersesat, jika hannya cari ilmu Dari buku semata karna akan timbul penafsiran yg kurang tepat ataupun salah.
Jadi buku dan guru itu penting,
Yg jadi masalah adalah, kita tidak dpt mengetahui buku & guru mana yg boleh/tidak diikuti (karna tidak mungkin ada cap sesat/TDK sesat)
Jadi kurang tepat jika, kita meyudutkan umat yg awam karna mereka pun mendapatkan ilmu dari melihat, mendengar, membaca dari dan yg ada di sekitarnya dan tokoh2 panutan.
Jika boleh menilai, utk masalah ini saya menganggap ada diranah para ulama, yg harusnnya mereka mencari solusi terbaik tanpa melibatkan terlalu dalam umat awam,
Karna saya yakin jika para ulama dari semua golongan telah meyepakati sesuatu hal yg kontra dan di umumkan pasti umat akan mengikuti.
Yg terjadi saat ini dan lalu selalu karna didasari perbedaan tokoh/pemikir dari masing golongan
Saya hanya bisa berharap utk para ulama lebih merendahkan kepala utk berdialok langsung sampai mendapatkan kesepakatan yg terbaik
Sama2 kita ketahui, kita mengenal 4 imam besar sebagai tuntunan
Yg dimana ada hilaf juga diantara mereka, tapi kita juga tidak berani mengatakan salah satunnya kafir/bit’ah karna perbedaan antar mereka
Karna mereka pun sailing menghormati perbedaan yg terjadi
Kurang baik juga jika kita mengatakan sesuatu hal itu salah jika kita Blum mengetahui dalil Dari sesuatu hal
Tidak baik juga kita meyakini keilmuan kita yg terbaik, tapi ternyata kita Blum melihat atau membaca dari Sumber yg lain (masih dlm koridor sama)
Mungkin hannya ini yg bisa saya katakana, maaf sekali lagi jika tidak berkenan.
Saya termasuk dari golongan awam, jadi masih sangat banyak mencari dan belajar.
Semoga kita semua selalu dalam keadaan istiqomah Ammin yaa Robalalamin.