Tarif BPJS Kesehatan Naik, Buruh Sebut Pemerintah Rampok Rakyat
BPJS Kesehatan
KALANGAN buruh menolak dinaikkannya iuran bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Selain tidak memberikan solusi terhadap keterpurukan perekonomian buruh, pemerintah dianggap sengaja merampok rakyatnya sendiri dengan menaikkan iuran BPJS.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan komposisi buruh harus membayar kenaikan 2 persen dan pengusaha sebesar 3 persen, sangat tidak manusiawi.
“Di tengah menurunnya daya beli buruh dan kembalinya rezim upah murah melalui PP Nomor 78 Tahun 2015 oleh pemerintahan Jokowi, kenaikan iuran BPJSitu sangat memberatkan buruh,” ujarnya.
Selain itu, kata Iqbal, harus secara jujur dibuka oleh pemerintah, bahwa Pelayanan BPJSKesehatan belum optimal.
“Masih banyak orang sakit ditolak rumah sakit, antrean panjang masih terjadi, pemberian obat BPJS terbatas yang mengakibatkan buruh harus kembali menambah biaya obat, dan sebagainya. Semua itu harus dievaluasi. Iuran BPJS belum layak dinaikkan,” protesnya.
Lebih parahnya lagi, lanjut Iqbal, di saat buruh sedang menuntut sistem INACBG’s dan Permenkes Nomor 46 Tahun 2013 tentang tarif untuk dicabut, karena menjadi pangkal rumah sakit dan klinik swasta tidak melayani peserta BPJS, serta amburadulnya pelayanan rumah sakit pemerintah, malah BPJS Kesehatan menaikkan iuran.
“Tak satu pun tuntutan buruh yang dipenuhi pemerintah.Malah pemerintah balik membalas dengan memaksakan kehendak lewat kebijakan-kebijakan yang membuat buruh kian terpuruk,” kritiknya.
Sementara Koordinator Nasional Forum Masyarakat Peduli BPJS (FMP BPJS) Hery Susanto menilai, karena belum bekerja sesuai kewajiban, para jajaran Direksi BPJSKesehatan justru telah menunjukkan upaya politisasi terhadap badan asuransi sosial itu.
Kenaikan iuran bagi peserta BPJS Kesehatan pun dinilai Hery tidak layak dilakukan, sebab tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. Selain itu, kinerja BPJSjuga masih buruk dalam mengelola keuangan yang dihimpun dari masyarakat melalui iuran BPJS yang sangat besar.
“Politisasi itu terlihat dari BPJS Kesehatan yang berorientasi pada massifikasi peserta bantuan iuran (PBI) yang disubsidi negara menerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) hingga mencapai 86,4j juta orang yang dinilai sebagai rentan miskin,” ungkap Hery.
Padahal, lanjut Hery, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, warga miskin di Indonesia mencapai 25,8 juta orang. “Kemana dan siapa saja warga PBI/KIS ini, yang jumlahnya meledak melebihi jumlah warga miskin versi BPS?” ujarnya.
Kementerian Sosial yang mendata dan merekrut PBI/KIS, dinilai Hery, telah salah arah. Demikian pula Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang belum mampu mengurusi penyediaan fasilitas kesehatan (faskes) dan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memadai.
Ini semua, lanjutnya, menjadikan masyarakat peserta BPJS Kesehatan hanya menjadi pelengkap penderita dari program BPJS Kesehatan yang digembar-gemborkan pemerintah.
“Hasilnya, BPJS Kesehatan mengaku rugi dan defisit anggaran hingga triliunan rupiah, sehingga ada alasan bagi mereka menaikkan iuran dan tarif. Tentu saja langkah ini menyentak rasa keadilan masyarakat,” tandas Hery.
Karena itu, dia menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan mendesak Presiden Jokowi agar memerintahkan Kemensos mengurangi jumlah PBI/KIS sesuai data BPS.
Herry juga minta presiden agar memerintahkan Kemenkes segera memperbaiki faskes dan pelayanan rumah sakit mitra BPJS. Serta membenahi sistem layanan BPJS, agar tak menjadi alat politik kekuasaan. (rmol/kin/pojoksulsel)
Sumber: sulsel.pojoksatu.id/Yakin Achmad/Rabu, 16 Maret 2016
(nahimunkar.com)
BPJS rugi karena ada permainan yang tidak fair dari petugas medis di rumah sakit atau sarana tempat berobat lainnya. Pengawasan di RSUD sangat lemah, dokter sering bolos dari RSUD Curup atau Bangkulu supaya kami sbg pasien BPJS mau berobat ke tpt rakteknya.. Bahkan seorang dr. H. Khalik Muhibat, SPD pernah menolak melayani saya yang sudah antri sekitar 1jam karena kata perawat dr. H. Khalik Muhibat, SPD tidak melayani pasien yg mendaftar di siang hari. Padahal dari R. Pendaftaran saya udah diberikan surat2 untuk berobat. Alangkah rendah dan buruk akhlak seorang dr. H. Khalik Muhibat, SPD.. Smg Allah Swt melaknat dokter yg khianat thd amanah dan jabatannya, amin…